Senin, 05 Februari 2018

Cerpen Kopaja 614

Jum’at Pukul 04:30 wib, cahaya matahari mulai menyurut kendaraan mulai tampak memenuhi jalan raya, saat tiang bermata tiga berkedip menjadi merah, ratusan kendaraan rela berhenti mematuhi peraturan, dengan tak kenal lelah empat polisi menempati diempat titik perempatan lampu merah republika mengawasi & menertibkan kendaraan yang lalulalang disitu. Aku bersiap-siap membawa pakaian secukupnya serta tak ketinggalan juga mushaf kecilku dan dua buku bacaan yang sekiranya bisa menghilangkan rasa penatku saat libur akhir pekan (sabtu & ahad) nanti. Dari lantai empat asrama aku turun dengan mash’ad kahruba iy (lift), setelah sampai lantai dasar kucepatkan langkahku keluar lift menuju gerbang kampus dan menunggu kopaja 614 ps.Minggu-cipulir disana. Sederetan mahasiswa pun nampaknya sedang menunggu bus yang hendak mereka tunggangi, tak lama kemudian kopaja 614 datang menghampiri, aku pun langsung bergegas naik dari pintu belakang namun kupandangi seluruh sudut bangkunya tak ada satu pun yang kosong jadi terpaksa berdiri. Ternyata ada satu mahasiswa yang masuk bersamaku tadi dari pintu depan. Namanya Muhammad Fahmi, ia empat semester diatasku, kemudian kita saling mushofahah.”Assalamu’alaikum,” kuungkap “Wa’alaikum salaam,” fahmi membalas”mau kemana Akh? Tanyaku”Ana mau keCipulir,” jawab fahmi “O.. Kerumah saudara ya!” tebakku”Iya ! Kalo antum mau kemana?” fahmi membalas bertanya”Ana mau ke Kebayoran lama,” aku pun sedikit berbincang-bincang denganya hingga kami terdiam memandangi laju kendaraan. Tiga orang pemuda naik, semuanya memakai topi dan menggendong tas kecil yang mereka gantungkan disamping pinggul mereka, dua dari mereka berdiri dipintu belakang disamping fahmi dan satunya berada tepat dibelakang saya, awalnya aku tak merasa curiga sama sekali, karena selama enam bulan aku bolak-balik naik kopaja 614 terasa aman-aman saja.Penumpang pun bertambah memenuhi kopaja. Pria yang bertopi mengenakan kaos putih dengan berbalut jeans rapi memandangi isi tasku, aku belum merasa ada kejanggalan, sampai didaerah kemang ada dua perempuan yang hendak turun dari pintu belakang, nampaknya dua perempuan itu adalah seorang ibu dan anak gadisnya. Tiba-tiba pria yang berada dibelakangku menyingkirkan tubuhku, tanganya mendorong pundakku hingga mengenai sebagian wajahku, namun aku hanya mengira ia hanya ingin buru-buru keluar jadi kuhiraukan saja pandanganku pun lurus kedepan. Setelah dua perempuan itu turun fahmi memegang pundakku sembari berkata, ” hadza hua sSaariq amamiy, fahdzar!!”(depan saya ini pencopet, hati-hati ya) “Hah,” aku terkejut”lima ta’rif?” ( ko, kamu tau?)”Qobla qolil, khorojatimra’ataan, waakhodza hadzarrojul yuqorribuhuma, wahadzaani rajulaani janibi Ana faqt yuzahhim, walam a’rif hal imraataan mushibataan walala?”ujar fahmi menerangkan kronologisnya.( tadi kan ada dua perempuan yang baru saja keluar, kemudian mulailah laki-laki ini didepan saya mendekati kedua perempuan itu, dan dua orang laki-laki lagi yang disamping saya ini hanya menyempitkan pintu keluar saja)”Jantungku tiba-tiba berkedup kencang, dikantong baju kokoku yang sengaja aku rangkap dengan jaket hitam ada N70.Dan laki-laki yang sekarang berdiri didepan fahmi itu adalah orang yang tadi berdiri tepat dibelakangku, langsung ku cek tasku. Alhamdulillah tidak ada masalah. Aku dan fahmi saling mewaspadai pabila kawanan pencopet itu beraksi lagi. Kedupan jantungku belum normal, jadi ku amibil mushaf yang ada disaku jaketku lalu kubaca ayat-ayat Ilahi agar lebih tenang karena Al-qur’an merupakan obat yang paling mujarab untuk menenangkan tiap jiwa muslim. Lelaki yang berbaju putih sesaat memandangiku yang sedang tilawah dan melirik logo yang ada diatas saku jaketku dan tulisan arab yang tertera “معهدالعلوم الإسلاميه والعربيه بجاكرتا‎”‎ dan ia menyimak saat perbincanganku dengan fahmi dengan bahasa arab, aku sengaja menggunakan bahasa itu agar pembicaraan kita tidak dimengerti olehnya maupun penumpang yang lain. Kemudian ia serasa memberi isyarat kepada dua orang temannya untuk segera mengakhiri kegiatannya itu, kaca jendela pun diketuk sang kondektur dengan uang recehan lima ratus , akhirnya mereka lenyap dihempas laju kendaraan. Kuhentikan sejenak bacaanku, aku lanjutkan bincanganku dengan fahmi, dan penumpang kopaja silih berganti ada yang naik dan ada yang turun. Tak lama kemudian tepatnya di petigaan RSPP PERTAMINA tiga orang pemuda naik, mereka tampak rapi menggunakan kemeja yang bercorak kotak-kotak, dengan tas yang mereka gendong didepan dada. Pandanganya tajam bak elang yang hendak menerkam ikan didanau, Pandangan mereka yang tak wajar menatapi saku-saku celana penumpang dan barang-barang bawaanya, “Uppz,” aku agak kagetmata salah satu pemuda itu mengarah kepadaku, mungkin ia merasa sejak tadi telah aku perhatikan kegiatan mereka, aku pun membuang muka seakan-akan tak pernah melihat apapun dari mereka. Kulanjutkan tilawahku. Pahmi memotong tilawahku.”Akh, Daqiqoh wahidah..!! Fahmi menepuk pinggangku (Akh, sebentar)” Madza hasol?” ( ada apa?)”hum atsalaatsah, kaannahum ashaabul jariymah, alaysa kadzalik?!!” fahmi memberitahuku ( mereka bertiga tu penjahat, bukan begitu?)”Balaa, ra’aytuhum qobla qolil, wa ‘araftu min aynaihim wa basyasati wajìhim llati tadullu ala annahum surraaq” ujarku. ( Ya, tadi saya melihat dari sinar mata dan raut wajah mereka yang tampak mereka adalah pencopet).Dalam hatiku kupanjatkan do’a kepada Allah SWT akan keselamatan bagiku dan seluruh awak kopaja itu, aku jadi teringat tentang nasihat salah satu dosenku yang berasal dari Syiria, beliau sesosok Pengajar yang ramah dan sangat dermawan, beliau terkenal dengan Tsaqofahnya tentang dunia islam, perkataan yang keluar dari beliau penuh dengan syair-syair dan kata-kata bijak arab yang menyentuh qolbu bagi yang mendengarnya. Saat beliau mengajar dikelasku beliau memberi gambaran tentang suatu hikmah agar kita tidak selalu bersu’udzon kepada Allah SWT ataupun kepada mahluk-Nya, melainkan sebaliknya agar kita selalu berkhusnudzon kepada-Nya, dan jangan mengkondisikan suatu musibah atau kegagalan sebagai penyebab dari sesuatu perbuatan seseorang ataupun dirinya sendiri sebuah ungakapan jumhur berkata “man i’tamada alal asbaab faqod asyraka” barang siapa yang bersandar (dalam suatu kejadian) pada sebab-sebabnya maka ia telah syirik. saya teringat sebuah kisah : ketika itu ada seseorang pengusaha datang ke bandara dengan supir pribadinya, ia akan pergi kebali karena akan menghadiri client-nya disana, sang supir memilih jalur umum dan akhirnya terjebak dalam kemacetan. Akhirnya pesawat yang ia pesan lepas landas meninggalkannya sebelum kedatangannya. Akhirnya supir pribadinya itu dimarahin habis-habisan olehnya. “Aturan tadi kamu lewat jalan tikus aja!!” wajahnya memerah, dahinya mengkerut “maaf pak!” sang supir merasa bersalah “Maaf maaf, emangnya kamu bisa narik pesawat itu lagi?, mana tiket pesawat mahal.. ” hardik majikan supir itu. “Maaf tuan..” air meleleh dari mata supir tua itu. “Dasar sopir!! Kamu saya pecat…!!!” “jangan tuan.. Tapi Saya masih butuh biaya untuk anak saya yang sedang berada dirumah sakit tuan” “tak ada tapi tapi-an!!” sang majikan mengeluarkan cek dari dalam kopernya sembari berkata,”ni gajimu bulan ini,” kemudian ia langsung masuk kemobil menancapkan gasnya pergi meninggallkan bandara menuju rumahnya tanpa menghiraukan sang supir lagi. Serasa langit runtuh, petir dan halilintar menyambar jiwa yang hanya senoktah kecil di Alam semesta, Sang supir hanya bisa termenung apa yang akan ia sampaikan kepada keluarganya nanti. Setibanya mantan majikan sang supir dirumahnya wajahnya pucat hatinya gelisah dan tidak habis-habisnya mengomel sendiri tentang keterlambatannya yang ia anggap sang supir tidak becus menyiasati jalan. Pada sore harinya ia mendapat kabar dari siaran berita di salah satu stasiun tv swasta bahwa pesawat xx jurusan jakarta-bali yang ia gagal menungganginya mengalami gagal mendarat dan terbakar yang mengakibatkan awak kapal dan seluruh penumpang meninggal dunia. Melihat berita itu ia bersujud syukur atas ketidak berangkatannya pagi tadi disamping itu Ia merasa sangat bersalah kepada supirnya yang telah ia pecat, langsung ia bergegas mencari supirnya walaupun keadaan larut namun ia sungguh merasa sangat bersalah atas perlakuanya dibandara. Akhirnya ia menghampiri rumah sakit dimana anak sang supir itu dirawat, ternyata sang supir beserta istri dan anak-anaknya sedang berada disana. Sang majikan langsung memohon maaf kepada supirnya dan memperkerjakannya lagi sebagai supir pribadinya sekaligus membebaskan biaya rumah sakit anaknya.. Musibah itu datang dengan tidak mengetuk pintu dahulu, entah kapan dimana dan siapa saja bisa menghampirinya setiap saat. Suatu Nasihat yang menyentuh hatiku, bila mana diriku dalam perjalanan seuntai ucapan itu takkan lepas dari ingatanku. ” Ingatlah Allah dimana pun kamu berada tak terkecuali ketika dirimu dalam perjalanan, bisa saja disaat dirimu tertawa riang, bersenda gurau dan jauh dari Allah SWT, Saat itu pula nafas terakhirmu diatas kendaraan yang kau tunggangi.” kiranya akan kemana nasib bangsa ini?, kemiskinan sudah dijadikan hobi. Loh ko begitu! Ya! Itu Sebuah ungkapan dari pengamen yang memang sudah mendarah daging pada diri mereka. Hasil mengamen tentunya lebih besar dari pada dagang asongan atau apapun, pekerjaan mengamen itu lebih simpel tinggal pake gitar dan tepuk tangan udah deh dapet duit.. Dari pada capek-capek kerja kuli bangunan atau dagang yang perlu modal… Dan ada lagi yang inginnya lebih praktis dalam satu waktu dua tiga lima pulau terlampaui. Sekali kerja langsung dapat puluhan ribu bahkan ratusan ribu, Siapa lagi kalau bukan si Tangan panjang alias “PENCOPET”, aku merasa sangat kasihan dengan pencopet. Ko bisa? Ya, iya lah! kasihan dengan ayah dan ibunya, istrinya beserta anak-anaknya serta korbannya dan juga aku merasa kasihan dengan dirinnya. Betapa tidak, orang itu beridentitas muslim tubuhnya tegap, kuat masih dapat melakukan pekerjaan yang halal namun mengapa mereka tidak menyadarinya? Apakah nikmat yang Allah berikan masih kurang? Sudah miskin didunia miskin diakhirat lagi.. “heh, jangan ngelamun!!” fahmi membuyarkan lamunanku “tiga laki-laki yang tadi pada kemana? ” tanyaku spontan ” udah keluar tuh, kayanya ngeliat antum baca qur’an deh, jadi mereka kepanasan..” gumamnya pipinya lesung karena senyumnya “ah, antum bisa aja..

Rabu, 23 Januari 2013

Lukisan Mata Hati


Ada kalanya jiwa manusia berada di titik nadir, memang bukan tanpa sebab. Tatkala jiwaku 50,01% lebih dominan adalah sisi negatif maka cenderung pikiranku diliputi rasa gelisah, keluhan dan mudah sekali terombang-ambing oleh suara mayoritas dalam sebuah komunitas kecil -Rekan Kerja-.

Keberagaman adalah sebuah keindahan. Layaknya lukisan alam dipagi hari, pelangi dengan beraneka warna, berbagai jenis tumbuhan dalam keharmonisan, ras, suku dan daerah. Namun keindahan itu kenapa bisa ku lihat saat terpekur sendiri di ujung kehampaan. Apakah karena belum terbiasa dengan dynamic focus? atau memang karena keluhanku yang membentengi dari kesyukuran.

Alhamdulillah, teguran atas kebimbanganku datang. Melalui diskusi kecil dengan seorang sahabat. Namanya Satriyo. Sebenarnya bukan dia melainkan kakaknya, lebih tepatnya lagi blog almarhumah kakaknya yang memaknai arti hidup. Seketika itu aku bungkam, mataku berkaca-kaca. Mungkin saja bagi sebagian orang tulisannya tak berarti apa-apa, tapi untukku tidak. Huruf-hurufnya seperti memiiki ruh. Mengajakku untuk mengenal arti Syukur dan Istighfar.

Cari Blog Ini